Pejabat Tingginegara Keuangan Sri Mulyani Indrawati. FOTO/dok.SINDOnews
Pertama, tata kelola manajemen yang kurang baik. Lalu kedua, Lantaran Usaha yang dijalankan beberapa perusahaan pelat melah itu sudah tidak lagi strategis Akan Tetapi manajemen terlambat melakukan transformasi Usaha.
“Mungkin Saja Lantaran manajemen yang tidak bagus atau sektornya tidak lagi strategis Untuk Situasi Ini tidak harus dimiliki pemerintah atau Justru bisa ditutup dan dilikuidasi,” jelas Menkeu Pada Diskusi kerja Di Komisi XI Lembaga Legis Latif tentang pemberian Penyertaan Modal Negeri (PMN)Ke Gedung Dewan, Jakarta, Mutakhir-Mutakhir ini.
Dia menegaskan, pemerintah Pada ini telah melakukan pemetaan atau klasterisasi BUMN sesuai Kebugaran Kesejajaran keuangan. Untuk hasil klasterisasi itu, ada sejumlah BUMN yang bisa ditutup.
Dikatakan Menkeu, Untuk mengklasterisasi BUMN itu, dirinya membagi BUMN menjadi empat kategori. Pertama adalah BUMN yang Memiliki strategic value dan welfare creatore. Jenis BUMN seperti ini bisa dimiliki sepenuhnya Di pemerintah dan dapat dilakukan privatisasi, holdingisasi, hingga penggabungan atau peleburan.
Kategori kedua adalah BUMN yang hanya Memiliki strategic value. Menurut dia, BUMN kategori ini bisa dimiliki mayoritas Di pemerintah, Akan Tetapi masih bisa direstrukturisasi ataupun digabungkan dan diprivatisasi.
Kategori ketiga adalah BUMN yang Memiliki surplus creator, yakni BUMN yang sedikit diberi mandat Di Negeri Akan Tetapi neraca keuangannya mampu terjaga Di baik, Supaya BUMN ini tidak harus dimiliki mayoritas Di pemerintah.
Terakhir, kategori keempat adalah BUMN yang non-core, yakni BUMN yang tidak perlu Memperoleh mandat Untuk pemerintah dan kinerja keuangannya buruk. Dia mengatakan pemerintah bisa menutup BUMN kategori keempat ini.
“Sebagai yang non-core secara teoritis pemerintah bisa tidak memilikinya, Lantaran mandat pembangunannya kecil dan performanya tidak bagus,” tutup Menkeu.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: BUMN Banyak yang Megap-megap, Ini Saran Sri Mulyani